Yulia Amira Blogs !!

Pengertian Ludruk Teater Tradisional

Pengertian Ludruk Teater Tradisional - Selamat datang di blog Yulia Amira !!, Info kali ini adalah tentang Pengertian Ludruk Teater Tradisional !! Semoga tulisan singkat dengan kategori Seputar Kebudayaan !! Seputar Kesenian !! Teater !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Pengertian Ludruk Teater Tradisional ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->


Pengertian Ludruk Teater Tradisional. Secara etimologis, kata ludruk berasal dari kata molo-molo dan gedrak- gedruk. Molo-molo berarti mulutnya penuh dengan tembakau sugi yang hendak dimuntahkan dan keluarlah kata-kata yang membawakan kidung, dan dialog. Sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentak-hentak pada saat menari di pentas.

Pendapat lain mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata-kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Gela-gelo berarti menggeleng-nggelengkan kepala pada saat menari, dan gedrak-gedruk berarti menghentakkan kaki di pentas pada saat menari.

Apabila disesuaikan, kedua pendapat tersebut memiliki pengertian yang sama, yaitu verbalisasi kata-kata dan visualisasi gerak. Dengan kata lain, terdapat unsur nyanyian (kidung) dan unsur tari atau unsur bahasa dan gerak. Unsur bahasa atau verbal dalam ludruk terdiri atas dua macam bentuk verbal, yaitu nyanyian (kidungan) dan dialog (narasi). Sedangkan unsur gerak dapat berupa tarian pada saat mengidung dan akting pada saat memainkan peran di pentas.

Definisi Ludruk adalah merupakan suatu kesenian drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan tarian, lawakan, kidungan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.

Menurut Cak Lupus kata ludruk berasal dari bahasa belanda yaitu “Loedruck” yang berarti sebuah tontonan.

Menurut versi lain kata ludruk merupakan serapan dari bahasa belanda yaitu “leuk en druk” yang mempunyai arti bersenang-senang sambil menonton pertunjukan.

Secara historis perkembangan ludruk bermula dari kesenian bandhan. Kesenian bandhan ini mempertunjukkan sejenis pameran kekuatan dan kekebalan yang bersifat magis dengan menitikberatkan pada kekuatan batin. Kemudian berkembang menjadi kesenian lerok yang dipelopori oleh Pak Santik dari Jombang. Kata lerok yang diambil dari kata lira, yaitu alat musik yang berbentuk seperti kecapi (cimplung siter) yang dipetik sambil bersenandung mengungkapkan isi hati. Pada saat itu, Pak Santik menghias dirinya dengan cara mencoret-coret mukanya, memakai ikat kepala, bertelanjang dada, mengenakan celana berwama hitam, dan mengenakan selendang sebagai sampur. Dalam pementasan kesenian lerok itu Pak Santik memanfaatkan suara-suara dari mulutnya sebagai iringan musik. Lambat laun pementasan lerok memanfaatkan gendhang yang digunakan sebagai cimplung (semacam ketipung) dan jidhor (tambur besar).

Kemudian, terjadi penambahan pemain, menjadi tiga orang dan timbullah nama baru, yaitu kesenian besutan. Nama ini diambil dari nama tokoh pemeran utama, yaitu Pak Besut. Pemain lainnya bernama Asmonah (isteri Besut) dan Paman Jamino. Besut juga berasal dari bahasa jawa yaitu mbesut yang berarti membersihkan yang kotor atau menghaluskan atau mengulas. Adapun yang dibersihkan, dihaluskan, dan diulas adalah isi pertunjukan. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana, ditingkatkan agar lebih baik, sehingga maknanya yang tersirat dapat diulas oleh penonton. Besut juga merupakan akronim dari mbeto maksud (membawa maksud). Maksud yang dibawa adalah isi pertunjukan, yaitu yang terkandung dalam kidungan, busana, dialog, maupun cerita.

Bentuk kesenian besutan berubah lagi menjadi kesenian ludruk yang berbentuk sandiwara dengan tokoh yang semakin bertambah jumlahnya. Bentuk ini tetap mempertahankan ciri khas ludruk seperti tarian ngremo, kidungan, dagelan, dan cerita (lakon). Kesenian ludruk mengalami dua era yaitu era tobongan dimana pemain ludruk berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain untuk “ngamen” dengan waktu yang tidak pasti tergantung antusias penduduk setempat, jumlah pemain kurang lebih 40 orang. Selanjutnya era teropan (ditanggap) dimana para pemain ludruk dipanggil untuk menghibur pada waktu ada hajatan, jumlah pemain kurang lebih 70 orang (termasuk penari dan penabuh gamelan).

Fungsi Ludruk

Ludruk merupakan pertunjukan kesenian yang fungsi utamanya adalah sebagai media hiburan masyarakat. Selain itu ludruk juga berfungsi sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat. Di samping itu, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai penyaluran kritik sosial terhadap situasi pemerintahan dan juga persoalan masyarakat yang terjadi.

Kesenian ludruk diduga merupakan budaya rakyat yang lahir untuk “memberontak” model kesenian keraton dan istana semacam wayang dan ketoprak yang ceritanya terlalu elit dan tak menyentuh rakyat. Cerita-cerita ludruk umumnya mengangkat masalah kehidupan orang kecil sehari-hari dengan penggunaan bahasa yang lebih merakyat atau sederajat dan terkesan “kasar” tanpa unggah-ungguh (bahasa ngetannan) bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam pewayangan ataupun ketoprak. Pada jaman revolusi, ludruk bukan hanya berfungsi sebagai sarana hiburan saja melainkan juga sarana komunikasi antara pejuang bawah tanah dengan rakyat yang menyaksikannya.

Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang terkenal dengan parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan parikan serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang rakyat terhadap Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam tahanan Jepang.

Ciri Khas Ludruk

  1. Pertunjukan ludruk tidak menggunakan naskah. Kekuatan ludruk berada pada improvisasi setiap lakon atau pemain.
  2. Terdapat pemeran wanita yang diperankan oleh laki-laki.
  3. Terdapat lantunan kidungan jula-juli, baik pada tari remo, tari bedayan, dagelan, dan cerita.
  4. Iringan musik berupa gamelan berlaras slendro atau pelog.
  5. Pertunjukan dibuka dengan Tari Ngremo.
  6. Terdapat adegan Bedayan.
  7. Terdapat sajian/adegan lawak/dagelan.
  8. Terdapat selingan parodi.
  9. Cerita luduk diambil dari cerita keseharian rakyat, cerita sejarah, dan merupakan ekspresi kehidupan sehari-hari.
  10. Busana menyesuaikan cerita yang akan dipentaskan.
  11. Bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa (ngetanan), madura, dan indonesia.

Struktur pementasan kesenian ludruk

  1. Pembukaan, diisi dengan atraksi Tari Remo pria maupun wanita. Penari Remo biasanya melantunkan kidungan Jula-juli.
  2. Selanjutnya Tarian Bedayan, berupa tampilan beberapa parodi dengan berjoget ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli.
  3. Kemudian atraksi dagelan berupa tampilan seorang pelawak yang melantunkan satu kidungan jula-juli disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu.
  4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela bagian ini biasanya diisi selingan dengan melantunkan satu kidungan jula-juli.

Referensi
Kementerian pendidikan dan kebudayaan 2016


Demikianlah Artikel Pengertian Ludruk Teater Tradisional, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Pengertian Ludruk Teater Tradisional ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Pengertian Ludruk Teater Tradisional ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.
Back To Top
close