Yulia Amira Blogs !!

Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya

Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya - Selamat datang di blog Yulia Amira !!, Info kali ini adalah tentang Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya !! Semoga tulisan singkat dengan kategori Cerita Nabi !! Fiqih !! hikmah !! Islam !! Sejarah !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->


Para pembaca blog Hikmah Kehidupan  yang terhormat pada kesempatan ini kami ingin menulis artikel tentang Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya sebagai berikut :



Ada berbagai macam versi mengenai waktu awal mula diadakannya peringatan atau perayaan Maulid Nabi saw.
Assyeikh Jalaluddin As-Suyuthi (1445 - 1505M atau 849 - 911 H) ,menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Assyeikh Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H).
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.
Kegiatan perayaan (ihtifal) maulid Nabi ini kemudian menyebar ke berbagai negara Islam termasuk Indonesia.

 HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA AHLUS-SUNNAH wal JAMA'AH

Mayoritas ulama membolehkan peringatan atau perayaan Maulid Nabi Muhammad selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariat saat peringatan tersebut. Jalaluddin As Suyuthi berpendapat bahwa sunnah itu dapat terjadi dengan qiyas (analogi) tidak harus berdasarkan adanya dalil Quran dan hadits.
Keharuman Majelis Maulid Nabi Saw ,Saya nukilkan perkataan Al-Imam Ibnu Al Jawzira,
mengenai keistimewaan majelis yang terdapat pembacaan sholawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad saw.
Imam Ibnul Jawzi adalah seorang ulama besar, muffasir dan muhaddits yang bermazhab Hanbali. Beliau yang nama penuhnya al-Imam al-’Allaamah al-Haafiz ‘Abdur Rahman bin Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Ubaidillah al-Baghdadi al-Hanbali dilahirkan kira-kira dalam tahun 510H dan wafat pada 13 Ramadhan 597H. Beliau meninggalkan banyak karangan sehingga dikatakan melebihi 400 buah karangan.
Imam Ibnul Jawzi al-Hanbali rahimahUllah menulis dalam karya beliau “Bustaanul Waa`idhziin Wa Riyaadhus Saami`iin” pada halaman 293 sebagai berikutTelah diriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda:
"Tidaklah duduknya (yakni hadir) suatu kaum dalam sebuah majelis kemudian mereka berpisah atau pulang tanpa bersholawat ke atasku melainkan perpisahan mereka itu hanya bau busuk bangkai himar(keledai).
maka tidaklah mengherankan jika majlis yang di dalamnya diucapkan ucapan-ucapan sholawat ke atas Junjungan Nabi saw akan menyebabkan para hadirin yang menghadirinya mendapat bau wangi yang paling harum dan paling baik.
Dan yang sedemikian itu adalah karena Junjungan Nabi SAW adalah makhluk yang terbaik dan yang paling suci, yang mana apabila Baginda Nabi SAW bersabda dalam suatu majelis, niscaya penuhlah majelis tersebut dengan bau harum mewangi semerbak kasturi. 
Maka demikianlah juga pada majelis yang disebut di dalamnya terdapat Baginda Nabi saw yakni dengan bersholawat, mendengar hadis-hadis Baginda SAW, mendengar ajaran-ajaran Nabi SAW dan mendengar sirah atau kisah-kisah yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw, niscaya akan terbitlah bau harum semerbak mewangi yang menembus tujuh langit hingga ke arasy, keharumannya dicium oleh segala makhluk Allah yang ada di bumi selain daripada jin dan manusia.
Seandainya manusia dan jin dapat mencium bau harum tersebut, niscaya lupalah mereka akan segala urusan penghidupan mereka, kerana terlalu sibuk meni’mati kelazatan dan keni’matan bau harum tersebut.
Manakala, setiap malaikat dan makhluk Allah ta`ala selain jin dan manusia, yang mencium bau harum tersebut akan berdoa memohon ampunan untuk orang-orang yang hadir dalam majelis tersebut, dan akan dituliskan bagi mereka yang hadir itu pahala sebanyak bilangan makhluk Allah ta`ala yang mencium bau harum tersebut serta diangkat derajat mereka menurut bilangan makhluk-makhluk tersebut.
Maka setiap orang masing-masing akan mendapat pahala yang sedemikian tadi tanpa memperkirakan berapa jumlah mereka yang berkumpul dalam majlis tersebut, baik itu seorang ataupun seratus ribu orang, dan apa yang ada di sisi Allah dari pahala dan ganjaran adalah terlebih banyak lagi.
Maka wahai pencinta-pencinta Rasulullah SAW hendaklah kamu bersholawat ke atas Sang Kekasih niscaya Allah Tuhan yang Maha Tinggi akan memberikan kamu minuman kerohanian penghubung kasih, memakaikan kamu dengan pakaian keindahan dan kesempurnaan serta menghiasi kamu dengan kitabnya yang mulia.“
Perkataan Imam Ibnul Jawzi ini juga dinukil oleh Buya Habib Muhammad al-Maliki ra dalam karya beliau “Ma-dza fi Sya’baan” pada halaman 38 – 39. 
Maka janganlah bermalas-malas untuk menghadirkan diri kita dalam majlis di mana Junjungan Nabi Saw dipuji, disebut, disanjung, diceritakkan, dikisahkan, disholawatkan serta diutus ucapan salam kepada Junjungan kita Rasulullah saw.
Sesungguhnya setiap masa dan ketika kita mengharapkan rahmat Allah swt dan syafaat Junjungan kita Rasulullah saw.

Dan didalam Al-Qur'aan Allah swt berfirman:قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan karunia Allah SWT dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. ( karunia dan rahmatNya itu ) adalah lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (QS.Yunus58)
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud ( karunia Allah ) dalam ayat di atas adalah terlahirnya Rasulullah SAW ke dunia ini. 
Selain itu ayat ini berisi perintah agar bergembira dengan adanya karunia Allah SWT itu. Salah satu bentuk kegembiraan itu dituangkan dalam perayaan maulid Nabi SAW. Tapi hendaklah ini dilakukan dengan dasar kecintaan kepada Rasulullah SAW, karena Allah SWT berfirman : 


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah ikutilah aku (Rasulullah saw) niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Imran 31)

FATWA Assyeikh JALALUDDIN AS SUYUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 


Assyeikh Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati maulid Nabi Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:


وبعــــد: فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟.


الجـــــواب:


عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.


Arti kesimpulan: Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia dengan membaca ayat Quran dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan termasuk dari bid'ah yang baik (hasanah) yang mendapat pahala karena bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan menampakkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi.
Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.
Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat. 

FATWA Assyeikh ABUL KHATTAB AL DIHYAH TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

Assyeikh Abul Khattab bin Dihyah pada tahun 604 H menulis kitab At Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir (التنوير في مولد البشير النذير) khusus membahas tentang bolehnya Maulid Nabi. Bin Dihyah adalah ulama ahli hadits yang bergelar Al Hafidz asal Maroko yang terkenal pada zamannya,Syed Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasnai dalam kitabnya Hawlal Ihtifal bi Dzikral Maulid an-Nabawi 

FATWA YUSUF QARDHAWI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

 Assyeikh Yusuf Qardhawi menganggap perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah baik.            Assyeikh Qardhawi menyatakan:


فهناك لون من الاحتفال يمكن أن نقره ونعتبره نافعاً للمسلمين، ونحن نعلم أن الصحابة رضوان الله عليهم لم يكونوا يحتفلون بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا بالهجرة النبوية ولا بغزوة بدر، لماذا؟


لأن هذه الأشياء عاشوها بالفعل، وكانوا يحيون مع الرسول صلى الله عليه وسلم، كان الرسول صلى الله عليه وسلم حياً في ضمائرهم، لم يغب عن وعيهم، كان سعد بن أبي وقاص يقول: كنا نروي أبناءنا مغازي رسول الله صلى الله عليه وسلم كما نحفِّظهم السورة من القرآن، بأن يحكوا للأولاد ماذا حدث في غزوة بدر وفي غزوة أحد، وفي غزوة الخندق وفي غزوة خيبر، فكانوا يحكون لهم ماذا حدث في حياة النبي صلى الله عليه وسلم، فلم يكونوا إذن في حاجة إلى تذكّر هذه الأشياء.


ثم جاء عصر نسي الناس هذه الأحداث وأصبحت غائبة عن وعيهم، وغائبة عن عقولهم وضمائرهم، فاحتاج الناس إلى إحياء هذه المعاني التي ماتت والتذكير بهذه المآثر التي نُسيت، صحيح اتُخِذت بعض البدع في هذه الأشياء ولكنني أقول إننا نحتفل بأن نذكر الناس بحقائق السيرة النبوية وحقائق الرسالة المحمدية، فعندما أحتفل بمولد الرسول فأنا أحتفل بمولد الرسالة، فأنا أذكِّر الناس برسالة رسول الله وبسيرة رسول الله


وفي هذه المناسبة أذكِّر الناس بهذا الحدث العظيم وبما يُستفاد به من دروس، لأربط الناس بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا) [الأحزاب لنضحي كما ضحى الصحابة، كما ضحى علِيّ حينما وضع نفسه موضع النبي صلى الله عليه وسلم، كما ضحت أسماء وهي تصعد إلى جبل ثور، هذا الجبل الشاق كل يوم، لنخطط كما خطط النبي للهجرة، لنتوكل على الله كما توكل على الله حينما قال له أبو بكر: والله يا رسول الله لو نظر أحدهم تحت قدميه لرآنا، فقال: "يا أبا بكر ما ظنك في اثنين الله ثالثهما، لا تحزن إن الله معنا".


نحن في حاجة إلى هذه الدروس فهذا النوع من الاحتفال تذكير الناس بهذه المعاني، أعتقد أن وراءه ثمرة إيجابية هي ربط المسلمين بالإسلام وربطهم بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم ليأخذوا منه الأسوة والقدوة، أما الأشياء التي تخرج عن هذا فليست من الاحتفال؛ ولا نقر أحدًا عليها.


Artinya: Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad, hijrah Nabi dan Perang Badar, kenapa?


Karena kejadian-kejadian di atas mereka lakukan dalam kehiudpan nyata. Mereka hidup bersama Nabi. Dan Nabi hidup dalam hati mereka. Tidak hilang dari kesadaran mereka. Sa'ad bin Abi Waqqas berkata: Kami mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi sebagaimana kami menghafal Surah dari Al-Qur'an dengan bercerita pada anak-anak apa yang terjadi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada masa hidup Nabi sehingga mereka tidak perlu memperingati perayaan-perayaan semacam ini.

Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid'ah dalam perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya. Saat kita memperingati Maulid Nabi maka saya memperingati kelahiran terutusnya Nabi; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya Rasulullah dan kisah kenabian beliau.

Kita saat ini sangat perlu untuk mempelajari (kisah Nabi) ini. Perayaan semacam ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan makna-makna di atas. Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk dimabil suri tauladan dan panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan dan kami tidak mengakuinya.

FATWA SAYYID MUHAMMAD ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI 

Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah  menulis buku khusus tentang bolehnya merayakanMaulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام وإدخال السرور على قلوب الأمةLebih detail baca: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي

Habib Mundzir Al Musawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu membuat daftar panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya yang menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:

Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)

Assyeikh Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif 

Assyeikh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy

Assyeikh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah

Assyeikh Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar 

Assyeikh Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus

Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah

Assyeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.

Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana

Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam

AssyeikhIbrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

Assyeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

Assyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

 KESIMPULAN HUKUM MAULID 

Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah  karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.

para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani dan beliau-beliau juga membaca surat Al-Maidah ayat 3,Dan lebih memahami maksud atau tujuan ayat tersebut daripada kita semua.

Demikian yang dapat kami berikan mudah -mudahan bermanfaat apa bila ada perbedaan dalam pemahaman tentang hukum maulid nabi saw kami kembalikan kepada keyakinan anda masing-masing jangan sampai perbedaan pandangan menjadikan perpecahan diantara kita sesama umat nabi saw dan apa bila ada kesalahan dalam penulisan huruf  arab mohon maaf dan terimakasi atas kunjungannya.


Demikianlah Artikel Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Sejarah Peringatan Maulid Nabi Saw Dan Hukumnya ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.
Back To Top
close