Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid - Selamat datang di blog Yulia Amira !!, Info kali ini adalah tentang Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid !! Semoga tulisan singkat dengan kategori
Bid'ah !! ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan. Dan untuk anda yang baru berkunjung kenal dengan blog sederhana ini, Jangan lupa ikut menyebarluaskan postingan bertema Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid ini ke social media anda, Semoga rezeki berlimpah ikut di permudahkan sang khalik yang maha kuasa, Selengkapnya lansung lihat infonya dibawah -->
السلام عليكم
3.1. Menghias Masjid
Menghiasi masjid bukanlah suatu kesalahan namun harus diingat peranan utama sesebuah masjid dimana masjid bukanlah tempat untuk memperkenalkan keindahan seni, tidak pula untuk mempamerkan keelokan teknik dan bukan tempat untuk berbuat berlebihan dan bermegah-megah. Menurut sunnah Nabi, atap mahupun lantai masjid itu menggambarkan bentuk kesederhanaan. Memperluas masjid tidak juga dilarang, bahkan suatu perbuatan yang baik sehingga dapat menampung beribu-ribu jemaah. Memperbesarkannya sehingga dapat menyerupai benteng juga tidak dilarang. Perbuatan semacam ini tidak termasuk berlebih-lebihan dalam memperelok masjid dan menakjubkan pandangan orang.
Tetapi sebahagian orang ada yang cenderung memperhias dan memperelok bangunan masjid, kerana didorong menyaingi gereja-gereja Kristian yang memang sengaja dibuat secara berlebih-lebihan. Kami memandang, berjalan mengikuti jiwa Islam adalah lebih baik. Sebabnya bertakwa kepada Allah bukanlah pembebanan seperti tersebut di atas. Apalah gunanya anda masjid yang ada dihiasi dengan pelbagai ukiran dan seni yang menakjubkan namun masjid itu tidak dimakmurkan oleh penduduk sekitarnya.
3.2. Membangun Masjid Di Atas Kubur
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud:
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Sesungguhnya jika orang shalih dari mereka meninggal, maka mereka mendirikan masjid di atas kuburannya dan membuat patungnya di sana. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari kiamat." (Riwayat Bukhari)
Kami pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri berpuluh-puluh surat yang ditujukan kepada makam Imam Syafi’ baik yang dibawa tangan atau pun melalui pos. Saya pun telah mendengar, ada beratus orang awam yang merintih-rintih di hadapan kubur Sayyidina Husein dan lain-lain. Cara untuk mengubati kemungkaran ini, hanya dapat diselesaikan dengan jalan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan akhlak yang sebenarnya serta memperbaiki cara berfikir.
Kerana itu seharusnya para imam masjid mengambil peranan besar ini. Untuk itu mereka perlu menguasai persoalan-persoalan dunia dan agama. Hendaknya mereka suka mempelajari penyakit masyarakat dan bagaimana cara mengubatinya. Mereka juga harus menguasai pengetahuan yang luas tentang aliran-aliran politik dan sosial ekonomi, serta pendapat para ahli pendidik dan ilmu jiwa, baik di kalangan kaum muslimin ataupun orang lain. Tetapi satu hal yang cukup kita sesalkan, bahawa manusia seperti ini tidak terdapat di kalangan ahli baca Al Quran, kecuali hanya segelintir sahaja
3.3. Masalah Khutbah
Khutbah yang panjang seperti khutbah-khutbah yang pernah disusun oleh imam-imam masjid, pada hakikatnya bertentangan dengan tuntutan Islam. Banyak sekali para da’i yang berpidato satu jam atau dua jam, bahkan ada sampai tiga jam. Tiga jam adalah cukup untuk membaca seperempat Al Quran yang diturunkan Allah s.w.t. secara beransur-ansur selama 23 tahun.
Yang jelas dakwah Islamiah yang dilakukan dengan pidato-pidato tanpa persiapan, keberanian yang bermusim hanyalah sekadar mengisi waktu kosong untuk orang-orang yang ingin berbuat baik dan dengan jiwa yang mati bagi orang-orang yang hendak mencari pekerjaan. Akhirnya masa depan dakwah Islamiah sangat membimbangkan. Begitu juga masa depan Islam berjalan seiring dengan dakwah ini.
Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Al ‘Ablaani berkata: ”Memanjangkan khutbah merupakan cacat yang seharusnya ditinggalkan oleh para khathib. Mereka lebih mengerti daripada yang lain, bahwa pengunjung masjid pada shalat Jum’at ada pemuda, ada orang tua pikun yang tidak mampu menahan wudhu’ dan kesucian sampai waktu yang lama, ada orang yang memiliki kebutuhan lain, ada orang yang lemah, orang sakit, dan ada orang-orang yang memiliki halangan. Sehingga memanjangkan khutbah akan sangat menyusahkan mereka. Selain itu, memanjangkan khutbah akan membangkitkan kebosanan, bahkan kejengkelan terhadap khathib dan khutbahnya. Sebagaimana dikatakan (dalam pepatah): Sebaik-baik perkataan adalah yang ringkas dan jelas, dan tidak panjang lebar yang membosankan.” [Imamatul Masjid, hlm. 95-96].
Ketika membicarakan tentang sunnah memendekkan khutbah Jum’at, Syaikh Ahmad bin Muhammad Alu Abdul Lathif Al Kuwaiti berkata: “Wahai, khathib yang membuat orang menjauhi dzikrullah (khutbah), karena engkau memanjangkan perkataan! Tahukah engkau, bahwa diantara sunnah khutbah Jum’at adalah meringkaskannya dan tidak memanjangkannya. Dan sesungguhnya memanjangkan khutbah Jum’at menyebabkan para hadirin lari (tidak suka), menyibukkan fikiran, dan tidak puas dengan tuntunan Nabi Pilihan (Muhammad) serta para pendahulu umat ini yang baik-baik”. [Al ‘Ujalah Fi Sunniyyati Taqshiril Khutbah, hlm. 6].
[ Kitab Bid'ah wa al-Syirk karya Dr Yusuf Qardhawi dan Syeikh Muhammad Al-Ghazali ]
Rujuk: Maulana Asri, Darulkautsar.net.
Rujuk: Maulana Asri, Darulkautsar.net.
والله أعلمُ بالـصـواب
Demikianlah Artikel Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Bab 3.1- 3.3: Antara Bid'ah Berkaitan Masjid ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.